Selasa, 19 Juli 2016

Embun Pagi di Danau Tanralili

“Dek apa yang hal yang menyenangkan selama liburan ini?”, tanyaku pada adik sepupuku. Dijawabnya, “ tidak ada, bosan tinggal di rumah, maunya cepat sekolah”. Kubalas lagi, “ ah kalau liburan malah mau cepat sekolah, kalau sekolah malah maunya cepat liburan”. Dan dia cuma bisa senyum-senyum. Ya berdasarkan pengalamanku saat bersekolah dulu ya seperti itu. Tapi saat memasuki dunia kerja, liburan adalah waktu yang sangat ditunggu-tunggu. Jatah cuti bersama atau libur lebaran buat kami pegawai Cuma 5 hari kerja, ditambah hari Sabtu dan Ahad totalnya 9 hari. Nah, untuk mengisi liburan kali ini, yang pastinya kita silaturahim ke keluarga. Tapi tahun ini berbeda dari tahun sebelumnya, karena lebarannya di kota kelahiranku, akhirnya waktu luang lebih banyak. Bagaimana tidak, setelah lebaran kami bersilaturahim dengan keluarga di sekitar rumah saja. Karena memang mereka tinggal berdekatan dengan kami. Istilahnya sih 1 wilayah itu ya keluarga kami. Jadi, tak perlu kendaraan, cukup berjalan kaki dari rumah ke rumah sudah bisa bersilaturahim. Dalam sehari bisa selesai.

Agenda rutin tiap tahunnya adalah reuni alumni KSR UIN Alauddin Makassar. Bukan reuni arisan, atau kumpul di mall, tapi reunian di alam bebas. Tahun ini berarti untuk kedua kalinya. Setahun lalu sempat kecewaaa sekali, soalnya tiba-tiba tamu bulanan datang sehari sebelum keberangkatan, padahal peralatan pribadi sudah siap. Bersyukur tahun ini bisa ikutan, rencana sudah jauh-jauh hari sebelumnya. Tanggal akhirnya diputuskan 9-10 Juli 2016. Berarti saya dan adik saya bisa ikutan karena kami tidak lebaran di kampung. Tau sendirilah kalau lebaran di kampung, kami harus mengikuti jadwal orang tua yang harus berkeliling ke rumah keluarga dan itu membutuhkan waktu yang tidak sedikit.

Kembali ke tanralili, mungkin namanya niat, dari dulu sudah pengen kesini bersama teman ladiesku, tapi ada saja halangan. Akhirnya setelah perundingan di grup alumni ksr, diputuskan lokasi kali ini di Danau Tanralili. Awalnya saya kira, tanralili adalah desa di Kabupaten Maros. Ternyata oh ternyata setelah searching sana-sini, saya baru tau kalau letaknya di Kabupaten Gowa, tepatnya di kaki gunung bawakaraeng, berdekatan dengan ramma (searching kalau tidak tau ramma ya).

Singkat cerita, saya dan adik sudah minta izin kepada orang tua. Searching peralatan juga sudah, tapi saya belum dapat carrier yang pas di badan dan berwarna pink (hahaha). Alhasil pinjamlah dengan berat hati ke tetangga sekalian pinjam tendanya.

Persiapan tim juga sudah lengkap, dan akhirnya hari H tiba. Biasalah ngaretnya minta ampuun. Disuruh kumpul di rumah jam 8.30 pagi, berangkat jam 10 paling telat, eh ini malah berangkat jam 12 siang. Belum lagi singgah di minimarket, belum lagi singgah pinjam peralatan yang kurang, belum lagi singgah di mesjid untuk shalat. Daaan kami berangkat sekira jam 1 siang dari mesjid di kabupaten Gowa menuju Malino. Perjalanan memakan waktu sekira 3 jam, karena disertai hujan yang deras. Tiba di Pasar Malino, rombongan kami singgah dulu untuk istirahat sejenak di rumah salah satu alumni. Sambil menghangatkan badan dan makan sore (mie serta nasi). Setelah itu shalat Ashar.

Jam 5 lewat kami kemudian melanjutkan perjalanan menuju Desa Lengkese, desa dimana awal mulai kita berjalan. Jalanan yang berbelok-belok, tanjakan dan turunan membuat rombongan kami berhati-hati membawa kendaraan, apalagi bekas hujan membuat jalanan licin. Perjalanan menuju desa ini terbilang mudah dengan penunjuk arah yang terpasang, tapi kalau bingung bisa tanyakan langsung ke penduduk sekitar. Asal tau saja, di antara kami belum pernah ke Danau Tanralili ( jangan dituruti ya).

Tiba di Desa Lengkese kami memarkir motor di samping gedung pengamatan gunung bawakaraeng. Setelah itu shalat magrib di rumah warga, setelah itu kami menuju rumah warga, di sana kami registrasi dan membayar masing-masing Rp 5000/orang. Karena sudah malam dan di antara kami tidak ada yang mengetahu jalurnya, maka kami disarankan untuk ikut rombongan yang lain.

Alhamdulillah rombongan yang lain sudah tiba, kami bersama berjalan menuju jalur ke Danau Tanralili. Dan ternyata mereka taunya jalur lama dan jalur lama sudah ditutup bahkan sudah tertutup semak belukar. Akhirnya 2 kali kami mencari jalan baru deh dapat jalur yang baru. Dan tentu saja jalur yang baru lebih jelas terlihat.

Perjalanan dimulai dengan tanah yang landai, kemudian disusul tanjakan berbatu. Jalan landai lagi, kemudian turunan, tanjakan. Kira-kira ada 3 tanjakan yang betul-betul menguras energi. Saya beberapa kali istirahat tiap kali melihat batu besar untuk diduduki, karena tidak adanya tanah yang datar. Perjalanan kami tempuh kurang lebih 3 jam. Hampir pukul 11 malam kami tiba, dan langsung membuat tenda, yang lain memasak makanan.

Pagi hari menjelang, kami disibukkan oleh kegiatan masing-masing, ada yang memasak, foto-foto, dan ada yang asyik menikmati suasana danau tanralili.

Tepat jam 10 pagi, kami kemudian mengemasi barang dan kembali ke Desa Lengkese. Di sinilah, pemandangannya yang benar-benar indah bisa kita saksikan bersama. Jalur yang terjal, panas matahari yang terik, dan juga beban di pundak tidak menyurutkan langkah kami, dan sesekali untuk mengambil gambar mengabadikannya dalam kamera masing-masing. Pukul 13.00 wita, kami tiba di Desa Lengkese dan hujanpun seolah sepakat untuk membiarkan kami tiba terlebih dahulu sebelum membasahi bumi.

0 comments:

Posting Komentar